INFORMASI: Anambaspos.com kini menjadi Anambaspos.co.id

BADAN KEAHLIAN DPR RI DISKUSI PENYUSUNAN DRAFT PERUBAHAN KEDUA UU PERIKANAN

 

Tanjungpinang. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada senin (27-02-2017) mengadakan rapat/ pertemuan bersama dengan tim pusat perencanaan Undang-undang (Badan Keahlian DPR RI) dalam rangka penyusunan naskah akademik dan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perubahan kedua atas UU Perikanan.

 

Desakan agar Undang-undang nomor 31 tahun 2004 dan Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan (UU Perikanan) semakin santer disuarakan untuk dilakukan revisi. Berbagai kalangan masyarakat baik itu mahasiswa, pelaku usaha perikanan dan terlebih lagi Nelayan, satu persatu menyuarakan pernyataan mereka.

 

Koordinator acara yang sekaligus juga Ketua (KNTI) Provinsi Kepulauan Riau Indra Jaya meminta kepada Tim didalam penyusunan draf agar berpihak pada nelayan, terutama nelayan tradisional. Pasalnya, Undang-undang Perikanan yang ada dinilai masih lemah dan masih bersifat normatif, sebagai contoh dalam Bab I Pasal 13 hanya mendefinisikan nelayan kecil sementara keberadaan nelayan tradisional tidak didefinisikan. Imbuh nya lebih lanjut akibat dari hal tersebut keberadaan nelayan tradisional baik secara langsung maupun tidak, luput dari pengakuan Undang-undang.

 

Dan dilain sisi, Johan mengutarakan tentang substansi dari nelayan Kecil. Nelayan kecil menurut nya adalah Nelayan yang mencari ikan menggunakan pompong dibawah 10 gross ton (GT), sedangkan di dalam UU disebutkan 5 gross ton keatas tidak dikatagorikan nelayan kecil. Substansi nya, terdapat masalah sistemik yang terjadi dilapangan, dimana nelayan yang mempunyai pompong 5 GT kewalahan didalam pengurusan izin-izin sebagaimana yang terjadi.

Dan selanjutnya Johan yang juga merupakan pengurus (HNSI) Kab. Kepulauan Anambas menyinggung tentang persoalan terkait, seperti; Subsidi BBM Nelayan, Pengawasan Perikanan dan Penegakan Hukum (tindakan khusus berupa pembakaran atau penenggelaman kapal), adanya keputusan bersama ditingkat Kementerian dalam melahirkan peraturan (SKB), hal ini penting agar tidak terjadinya  over kewenangan.

BACA JUGA  Empat Kesebelasan isi Lapangan Rewak Hari ini

 

Menggara’i persoalan yang berkembang, Ketua Tim Pusat Perencanaan Undang-undang Zaqiu Rahman SH, MH sangat mengapresiasi masukan dari forum diskusi, dimana menurutnya keterpihakan pada Nelayan dalam Undang-undang Perikanan memang sudah seharusnya. Dia juga menyoroti Substansi UU 31 tahun 2004 belum banyak mengatur keberadaan nelayan budidaya ‘Substansi pengaturan dalam (UU Perikanan) lebih banyak menitik beratkan pada perikanan tangkap’, kedepannya mesti terakomodir dengan baik. Selanjutnya, prioritas kami pada draf RUU yakni; terkait fasal Tindak Pidana Korupsi disekitar perikanan kelautan, sistem perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Ujar Badan Keahlian DPR RI ini.

 

Sutrianti SH, MH (anggota tim) menambahkan ide afroriatif dalam dunia perikanan, yakni penentuan batasan perizinan sesuai dengan zona-zona tertentu. Hal ini dimaksudkan agar kearifan local benar-benar mendapatkan tempat sebagaimana mestinya, sekaligus ide ini dapat menjawab kehawatiran nelayan Kepulauan Riau terkait isu pemerintah yang akan mengirimkan nelayan dari tanah Jawa.

 

Sementara itu hasil diskusi ini akan diserahkan pada Komisi IV DPR RI akhir maret mendatang dikarenakan awal bulan april RUU Perikanan mulai pembahasan draf pertama. Seperti dilansir dari penuturan nara sumber.


Terhubung dengan kami