Namun, kata Nicke karena saat ini semua masyarakat membutuhkan dan menekan gejolak yang ada, Pertamina tetap menjual. Apalagi, saat ini kata Nicke konsumsi Solar subsidi mencapai 95 persen dari total konsumsi Solar.
“Kami tahu, ini Ramadhan, masyarakat juga dalam pemulihan ekonomi. Makanya kami tetap buka keran dan jual. Ini kami proyeksikan tambahannya itu overkuota bisa sampai 2 juta KL,” ujar Nicke.
Sedangkan Pertalite, kata Nicke saat ini pemerintah menjatah 23,05 juta KL. Sayangnya, hingga saat ini penyalurannya sudah overkuota sampai 12 persen.
Tak hanya itu, elpiji 3 kg juga. Menurut Nicke, konsumsi gas melon itu mencapai 93 persen dari total konsumsi elpiji baik subsidi maupun nonsubsidi.
“Masak iya, 93 persen ini semua masyarakat susah yang jual warteg dan masyarakat enggak mampu?” tanya Nicke.
Nicke juga menjelaskan saat ini pemerintah harus nombok Rp 33.750 per kg untuk subsidi elpiji. Karenanya, menurut Nicke, jebolnya APBN tidak bisa dihindari.
“Tapi kita juga gimana mau maksimal monitoring dan penindakan yang jelas kalau detail siapa yang berhak siapa yang tidak berhak karena di aturannya memang tidak ada,” tambah Nicke.
Wacana pemerintah menaikkan harga Pertalite dan elpiji 3 kg sebagai respons atas kenaikan harga minyak dunia dinilai akan dapat memberikan tekanan terhadap laju inflasi di dalam negeri. Pengamat ekonomi dari lembaga kajian Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai, tanpa memasukkan faktor kenaikan harga Pertalite dan elpiji, tekanan inflasi sudah relatif tinggi.
“Sekarang ditambah wacana kenaikan Pertalite dan elpiji tentu tekanan terhadap inflasi di tahun ini berpeluang semakin lebih tinggi,” ujarnya, Kamis.
Yusuf mengatakan, hal yang perlu diwaspadai apakah kenaikan inflasi ini masih bisa dikompensasi oleh daya beli masyarakat atau tidak. Jika berbicara kelas pendapatan, lanjutnya, kenaikan harga Pertalite dan elpiji pada kelas pendapatan menengah hanya akan memberikan dampak yang relatif kecil, namun yang perlu diperhatikan adalah kelompok pendapatan menengah ke bawah.
“Tekanan inflasi akan terasa lebih berat untuk kelompok ini, apalagi mereka yang belum sepenuhnya bisa pulih dari pandemi akibat misalnya belum masuk lapangan kerja utama. Padahal tengah tahun masih termasuk dalam kuartal II, di mana pertumbuhan kuartal ini bisa didorong tinggi, karena terdapat momentum Ramadhan,” jelasnya.
Adapun, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memandang wacana kenaikan harga Pertalite dan elpiji tiga kilogram berpotensi menyulut kepanikan berbelanja atau panic buying. Menurutnya, kelangkaan Pertalite yang terjadi di sejumlah SPBU kemungkinan akibat masyarakat mengalami kepanikan berbelanja setelah mengetahui wacana kenaikan tersebut.
Fahmy meminta supaya harga Pertalite dan elpiji tiga kilogram tidak dinaikkan dalam waktu dekat. Pemerintah perlu menunggu sampai harga minyak dunia sudah mencapai keseimbangan pasar. “Kenaikan Pertalite dan gas melon akan menaikkan inflasi dan makin memperburuk daya beli masyarakat serta memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin,” tutupnya.
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah mengkaji secara mendalam jika akan menaikkan harga BBM agar tak mengganggu momentum pemulihan ekonomi.
“Terkait BBM ini harus dikonsolidasikan ulang supaya kebijakan ini menjadi lebih solid dari pemerintah dan dilihat dampak-dampak ekonomi secara makro. Ini pasti recovery terganggu,” kata Misbakhun, Kamis.
Misbakhun mengatakan kenaikan harga Pertamax dan juga kemungkinan kenaikan harga Pertalite memberi dampak multiplier yang akan berujung pada peningkatan inflasi meningkat. Belum lagi pasokan Pertalite dan solar yang tersendat sehingga masyarakat tidak mempunyai pilihan selain membeli Pertamax.
“Kalau inflasi setinggi ini di saat daya beli belum begitu kuat, saya yakin pasti akan terganggu. market mechanism-nya terganggu, daya beli terganggu, pertumbuhan akan terdampak,” ujarnya.
Jika pemerintah tidak melakukan intervensi untuk menekan harga-harga tersebut tanpa upaya yang sungguh-sungguh dan terintegrasi, ia meyakini akan terjadi gangguan terhadap makro ekonomi terutama untuk kuartal II 2022. Lebih lanjut, Misbakhun juga menyarankan pemerintah untuk lebih berani mengintervensi industri kelapa sawit.
Menurutnya, minyak goreng diproduksi di dalam negeri mulai dari hulu hingga hilir, dimulai dari lahan yang terkonversi dengan negara, penyaluran kredit melalui bank Himbara hingga investasi yang diuntungkan oleh iklim investasi negara. Oleh karena itu, negara seharusnya bisa lebih tegas kepada industri kelapa sawit.
“Semua difasilitasi negara kok, tapi kenapa negara menjadi tergagap-gagap saat menghadapi mereka. Nah, sekarang apa negara mau diatur oleh mereka atau mengatur sendiri,” tuturnya.