INFORMASI: Anambaspos.com kini menjadi Anambaspos.co.id

Kebijakan Publikasi Menuai Aksi

Penulis • {Asril Masbah}    Editor • {Slamet}   

EDITORIAL – Pemberantasan korupsi, menjadi agenda prioritas oleh Prabowo Subianto sejak dilantik sebagai Presiden ke 8 Republik Indonesia pada 20 Oktober 2024. (Saat Prabowo Singgung Pemberantasan Korupsi: Ikan Jadi Busuk Busuknya dari Kepala. Kompas. TV edisi 20 Oktober 2024). Semangat itu, idealnya linier hingga ke pemerintahan di tingkat daerah. Di Provinsi Kepri, salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diantaranya, Diskominfo Kepri, penggunaan anggaran belanja publikasi dan dana hibah saat ini tengah mendapatkan sorotan tajam. Pasalnya, meski tersandung kasus sengketa lahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka, Kadiskominfo Kepri, Hasan, S. Sos, tidak kunjung dicopot dari jabatannya itu. Buntut dari itu, besarnya anggaran yang dikelola, kemudian menjadi pertanyaan oleh publik Kepri.Ada dugaan, kuatnya posisi Hasan, dikhawatirkan dapat berpotensi menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan kelompok tertentu. (Undang- undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang ASN).

Sejak bergulirnya kasus sengketa lahan di Kabupaten Bintan yang menyeret nama Hasan, publik Kepri memang sudah mulai merasa terusik. Terlebih lagi, kegelisahan itu mendera bagi kalangan pekerja media di Kepri. Baik wartawan maupun pemilik perusahaan media lokal dan Biro- biro daerah . Tersebab, di tangan Hasan-lah kebijakan penggunaan anggaran belanja publikasi sekitar 11 milyar tahun 2024 di Pemprov Kepri itu dikelola. Pada tahun anggaran sebelumnya yakni tahun 2023, Hasan mengelola anggaran belanja publikasi sekitar 14 milyar, lebih besar dari tahun 2024. Diskriminasi sudah mulai dirasakan oleh para pekerja warta di Kepri.

Soalnya, tidak diketahui secara jelas Standar Operasional Prosedur (SOP) yang diberlakukan dalam penggunaan dana belanja publikasi di Diskominfo Kepri tersebut. Penyaluran anggaran belanja publikasi itu dinilai tidak adil dan tidak transparan. Tidak semua perusahaan media dan biro media daerah di Kepri yang mendapatkan kerjasama. Terkesan, tebang pilih. Kebijakan pengelolaan anggaran belanja publikasi di Diskominfo Kepri itu, dinilai tidak bijak dan diskriminatif, jauh dari rasa keadilan. Itulah mengapa, pada tanggal 19 Nopember 2024 kemarin, sejumlah pekerja warta dari unsur wartawan dan pemilik perusahaan media lokal dan biro daerah di Kepri yang tergabung dalam Aliansi Wartawan Kepri (AWAK) menggelar aksi unjuk rasa damai di Kantor Gubernur Kepri. (Aliansi Wartawan Kelri Minta Gubkepti Hasan Dicopot dari Kadiskominfo Kepri: BatamPos. co. id, edisi 19 November 2024).

Tidak juga diketahui secara pasti, seperti apa dasar hukum yang menjadi rujukan Hasan dalam menyalurkan dana belanja publikasi di Diskominfo Kepri tersebut. Jika pun ada, Peraturan Gubernur (Pergub) yang dibuat, sejatinya tidak serta – merta bisa mengunci perusahaan – perusahaan media tertentu dengan persyaratan tertentu. Kalaupun ada, Pergub tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni Undang- undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers jelas disebutkan bahwa Pers Indonesia adalah Pers yang berbadan hukum. Badan hukum dimaksud dapat berbentuk CV, PT, Koperasi dan Yayasan. Seiring dengan perjalanan perkembangan yang terjadi, melalui peraturan Dewan Pers, disepakati bahwa penggunaan PT sebagai badan hukum perusahaan Pers Indonesia. Itupun, jika diuji tidak memiliki kekuatan hukum yang final dan mengikat. Karena, hingga saat ini belum adanya revisi Undang- undang nomor 40 tahun 1999 itu, dengan  mencantumkan tambahan pasal yang menyebutkan clausul dimaksud secara spesifik.

BACA JUGA  Tekan Stunting, Pemkab Kepulauan Anambas Gelar Rapat Penguatan Kemitraan

Setiap produk hukum yang dihasilkan, filosofinya adalah untuk menciptakan rasa keadilan, bukan untuk menguntungkan kelompok tertentu. Jika produk hukum atau peraturan atau kebijakan yang dibuat hanya menguntungkan kelompok tertentu, namun merugikan orang banyak, maka di situlah terjadinya konspirasi atau pemupakatan jahat. Pada kondisi ini, patut diduga tengah berlangsung praktik monopoli kepentingan dan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta penyalahgunaan wewenang oleh oknum – oknum pejabat negara. (Hukum dan Keadilan Sosial dalam Perspektif Hukum Ketatanegaraan: Jurnal.kinstitusi)

Langkah bijak Diskominfo Kepri terkait penggunaan dana belanja publikasi, seharusnya terlebih dahulu melakukan pendataan berapa banyak sebenarnya perusahaan media lokal dan biro- biro daerah yang ada di lingkup Provinsi Kepri. Tentunya yang memiliki badan hukum. Setelah memiliki data tersebut, baru dapat diklasifikasi berdasarkan besaran kontribusi dan efektifnya media tersebut dalam melakukan kegiatan publikasi ke publik. Misanya, berapa sebaran oplahnya (cetak), berapa pengunjungnya, berapa berita dalam satu hari, berapa banyak memiliki perwakilan atau biro di lingkup provinsi dan nasional. Berdasarkan poin- poin tersebut, barulah kemudian dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan kerjasama publikasi. Sepanjang berbadan hukum, tidak boleh tidak diakomodir, hanya saja sesuai dengan kapasitasnya. Namun langkah tersebut jauh panggang dari api. Akhirnya menyulut aksi.

Jika tidak didasari dengan langkah- langkah profesional dalam menerapkan kebijakan penggunaan anggaran belanja publikasi yang sangat pantastis di Diskominfo Kepri, patut diduga adanya praktek KKN, penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dilakukan oleh oknum – oknum pejabat terkait. Menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Demi tegaknya etika dan moral di Pemprov Kepri. Sebaiknya Gubernur Kepri harus segera mencopot Hasan dari jabatannya sebagai Kadiskominfo Kepri, karena tengah menjalani proses hukum. Hasan boleh kembali menjabat, ketika telah selesai menjalani proses hukum dan dinyatakan tidak bersalah serta telah memiliki kekuatan hukum tetap.Jika tidak, Gubernur Kepri telah meninggalkan legesi kepemimpinan yang tidak megedepankan etika moral sebagai norma hukum tertinggi.

BACA JUGA  Ramadan Hampir Tiba, Imam Mubaligh di Anambas Belum Mendapatkan Vaksinasi Covid-19

 

 

 

 

 

 


Terhubung dengan kami