INFORMASI: Anambaspos.com kini menjadi Anambaspos.co.id

Sisi Lain Para Pewarta di Ujung Utara Negeri

Mereka sekawan 4 yang merupakan wartawan ujung perbatasan saat berdiskusi, Rabu (28/05/2025).

Tulisan ini hanya petikan jari mengisahkan tentang kami di satu sisi

Siang itu, mentari menggantung rendah di langit Tarempa, menyinari pelan kedai makan sederhana Hellen Supardi (HS) di Jalan Imam Bonjol.

Angin laut berembus lembut, membawa aroma asin yang khas dari perairan Anambas. Di tempat inilah, di kedai yang tak jauh dari lapangan tenis milik masyarakat setempat, empat insan pers duduk melingkar, menyeduh waktu bersama secangkir kopi hangat dan secuil harapan.

Mereka adalah Novenri Halomoan Simanjuntak dari Tribun Batam, Rama dari TVRI, Slamet Dani dari Anambaspos, dan Faidil antena.id. Mereka adalah para jurnalis muda yang masing masing  telah terverifikasi UKW Dewan Pers.

Mas Dani (depan) bersama Noven, Rama dan Faidil di Kedai Makan HS jalan Imam Bonjol Tarempa.

Empat nama yang berbeda latar, namun satu visi menyuarakan denyut nadi Kepulauan Anambas , wilayah kepulauan yang dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Natuna, kini berdiri sendiri di ujung utara Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di tengah obrolan, topik-topik serius kerap mencuat. Tentang pembangunan yang belum merata, keterbatasan infrastruktur, hingga bagaimana suara masyarakat terkadang tenggelam dalam riuhnya kebijakan pusat.

Diskusi mereka bukan sekadar rutinitas wartawan biasa, tapi bentuk kepedulian terhadap daerah yang mereka cintai dan perjuangkan melalui tulisan dan tayangan.

Namun, ada hal yang membuat siang itu berbeda. Di sela-sela diskusi yang intens, mereka tak segan saling melempar candaan, bahkan bernyanyi bersama. Sebuah spiker ukuran sedang dengan menggunakan aplikasi youtube sebagai monitor teks lagu yang milik empunya kedai pun menjadi saksi bahwa wartawan juga manusia yang punya letih, punya resah, namun tak kehilangan cara untuk tetap tersenyum.

BACA JUGA  NX 300 SUV terbaru dari LEXUS Muncul di GIIAS 2017

“Ini lah sisi lain kami di hari ini,” ujar Mas Dani sembari tertawa, Rabu (28/05/2025).

Kata-katanya seolah merangkum seluruh suasana di kedai siang itu. Ada kehangatan dalam kebersamaan mereka. Tak ada sekat antar media, tak ada rivalitas. Yang ada hanyalah semangat kolektif untuk terus mengabarkan berita dari perbatasan, dari tempat yang kerap terlupakan dalam peta besar pemberitaan nasional.

Novenri, dengan nada tenangnya, berbagi cerita tentang liputan terakhirnya ke pulau-pulau terluar. Sementara Rama membahas tantangan produksi tayangan televisi di daerah yang jaringan sinyalnya kerap putus-nyambung. Faidil bercerita tentang proses verifikasi media dan pentingnya menjaga integritas di tengah arus informasi digital yang semakin tak terbendung. Mas Dani sesekali menimpali dengan kisah-kisah unik dari warga, yang terkadang lebih jujur daripada berita resmi.

Tak terasa, matahari mulai bergeser ke barat. Kopi sudah dingin, tapi semangat mereka tetap hangat. Mereka pun berpisah dengan janji tak tertulis, terus menulis, terus bersuara, dan terus menjaga marwah jurnalistik di perbatasan negeri.

Kisah mereka adalah pengingat bahwa jurnalisme bukan hanya soal berita, tetapi juga tentang keberanian, kebersamaan, dan cinta akan tanah kelahiran. Dan di Tarempa siang itu, empat insan muda membuktikan bahwa meski jauh dari hiruk pikuk ibu kota, mereka tetap teguh berdiri—menjadi mata dan telinga rakyat, dari batas paling utara Indonesia.

Tarempa 28 Mei 2025
Di tulis oleh : Slamet Dani


Terhubung dengan kami