TANJUNGPINANG, AnambasPos. co. id – Rokok merk HD, salah satu jenis rokok yang dijual bebas di wilayah Kota Tanjungpinang. Padahal, Kota Tanjungpinang bukan kawasan bebas perdagangan atau Free Trade Zone ( FTZ).
Artinya, penjualan romok HD diduga illegal. Pengamatan AnanbasPos. co. id di lapangan, praktek peredaran rokok jenis HD ini, telah berlangsung sejak lama. Awalnya, penjual masih sembunyi – sembunyi. Namun belakangan sudah dipajang secara terbuka di kios- kios kecil, kedai kopi hingga toko- toko mini.
AnambasPos. co. id mencoba menelusuri dari mana masuknya rokok ini. Sumber Anambas. Pos.co.id yang diyakini kebenarannya membeberkan bahwa rokok ini dipasok dari Kota Batam. AnambasPos. co. id, berhasil mendapatkan nomor handphon seseorang dengan inisial R di Batam yang disebut- sebut sebagai humas dari manajemen rokok HD.
Saat konfirmasi dilakukan melalui pesan whats app kepada R yang disebut sebagai Humas Manajemen rokok HD, hingga berita ini diposting, belum ada tanggapan.
Beredar luasnya rokok ini, memunculkan tandatanya oleh sejumlah tokoh masyarakat di Tanjungpinang. Bea Cukai Tanjungpinang yang dalam hal ini sebagai pemilik utama kewenangan pengawasan, dinilai melakukan pembiaran.
“Rokok HD dijual bebas nampaknya di Tanjungpinang. Heran juga saya. Pihak Bea Cukai ke mana, ? ” tanya Andry Amsy, salah seorang Tokoh Muda BP3KR, kepada Anamabas.Pos co. id, Rabu ( 23/04/2025).
Praktisi hukum Kepri, Muh Nasrul Arsyad, SH, M.Si menanggapi bahwa, penjualan rokok tanpa cukai di luar kawasan FTZ, berpotensi ilegal karena tidak memiliki izin secara resmi.
“Rook tanpa cukai jika beredar di luar FTZ, pasti ada pelanggaran hukum, karena tidak memiliki dokumen izin yang sah, ” tegasnya.
Nasrul menjelaskan, dasar hukum Free Trade Zone (FTZ) mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan yang menetapkan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, khususnya di wilayah seperti Batam, Bintan, dan Karimun.
Pertama, disampaikan Nasrul, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang.
Kedua lanjut Nasrul, Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Ketiga, Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2007 tentang Penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Keempat, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yang turut memberi kerangka hukum pelaksanaan FTZ.
Kelima sambung Nasrul, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK-PMK terkait fasilitas fiskal dan kepabeanan di FTZ (misalnya PMK No. 62/PMK.04/2012). Keenam, Peraturan Kepala BP Batam atau Dewan Kawasan Sebagai peraturan teknis pelaksanaan di kawasan FTZ Batam dan sekitarnya.
Rokok FTZ (yang berasal dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, red) menurut Nasrul, tidak boleh keluar ke wilayah Indonesia lainnya (dalam negeri non-FTZ), karena akan melanggar ketentuan kepabeanan dan perpajakan, serta dapat dikategorikan sebagai barang ilegal atau tanpa cukai di wilayah pabean Indonesia.
“Rokok FTZ hanya boleh beredar dan dikonsumsi dalam kawasan FTZ. Jika dibawa keluar ke wilayah Indonesia lainnya, itu dianggap ilegal dan bisa dipidana karena tidak memenuhi kewajiban cukai dan pajak, ” paparnya.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan informasi Bea Cukai Tanjungpinang, Setia Handaya sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, tindak membantah kalau rokok- rokok tanpa pita cukai itu beredar luas di Tanjungpinang.
Hanya saja Setia mengaku perlu sinergi dengan pihak Aparat Penegak Hukum (APH) terkait lainnya untuk dapat memberantas tuntas penjulan rokok ilegal tersebut.
” Bea Cukai tidak bisa sendiri, perlu peran APH terkait lainnya dan masyarakat untuk memberantas tuntas penjualan rokok ilegal, ” ungkap Setia.