INFORMASI: Anambaspos.com kini menjadi Anambaspos.co.id

Kubangan Etik di Jabatan Publik

Editor • {Slamet}   

EDITORIAL – Sebagaimana lazimnya tokoh- tokoh pejabat penyelenggara pemerintahan lainnya di beberapa tempat secara nasional, jika tersandung kasus dan telah ditetapkan sebagai tersangka, akan mengundurkan diri secara pribadi dari jabatannya. Kalau pun tidak, pimpinan di atasnya yang memiliki kewenangan segera mencopot dan menggantikan dengan pejabat baru. Hal itu dilakukan demi menjaga nama baik institusi dan semangat penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Bebas dari praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Sesuai dengan amanat Reformasi. (Mahfud MD: Pejabat Dapat Sorotan Negatif dari Publik Harus Mundur, Media Indonesia edisi 30 November 2023).

Semangat itu, rupanya tidak linier ke Pemprov Kepri. Salah seorang pejabat di Lingkungan Pemprov Kepri, yakni Hasan selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kadis Kominfo) Kepri, walau sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Bintan, dan tengah menjalankan proses hukum, hingga saat ini masih melenggang dengan jabatannya itu. Seperti diketahui luas, Hasan terbelit dengan dugaan kasus tindak pidana pemalsuan surat tanah milik PT. Ekspasindo Kabupaten Bintan. Namun Hasan, tak kunjung dicopot dari jabatannya. Sepertinya Hasan, memiliki ‘kesaktian mandraguna’ karena aman- aman saja di kursi empuk OPD Pemprov Kepri itu. (Hasan Resmi Ditahan di Polres Bintan, Antaranews.com edisi 7 Juni 2024).

Jika melihat dari sudut pandang kedudukan status hukumnya yang belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), Hasan memang masih mempunyai hak konstitusional untuk menjadi pejabat Pemprov Kepri. Azas praduga tidak bersalah berlaku pada dirinya yang memiliki kesetaraan dalam hukum. Itulah yang menjadi dalih bagi pemilik kewenangan yang hingga saat ini belum mengganti Hasan.

Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang etik sebagai pejabat publik yang tersandung kasus, tentulah sangat tidak layak untuk memegang kendali atas jabatan publik yang disandangnya. Terlebih pula, jabatan yang bersifat memberikan pelayanan kepada khalayak secara luas. Sebab, pejabat publik diperlukan panutan dan ketauladanannya dalam memimpin. Jika tidak, tingkat kepercayaan publik akan menurun. Tentu akan memberi citra buruk pada pemerintahan. (Prilaku Pelanggaran Etika Pejabat Publik dalam Tindak Pidana, Kompasiana.com, edisi 37 Desember 2022).

Terlepas apakah Hasan terbukti bersalah atau tidak, sebagaimana lazimnya, ketika pejabat negara terlibat masalah hukum, pantas segera diganti dengan pejabat baru. Hal itu untuk menghindari citra buruk pada institusi yang dipimpin. Menjaga tingkat kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan. Selain itu, pejabat yang bersangkutan dapat lebih fokus dalam menghadapi sengketa hukum atas dirinya.

BACA JUGA  Tiga Orang Luka Bakar Akibat Sumur Minyak Meledak

Jika dilihat dari sudut pandang kinerja, dengan status tersangka yang disandang saat ini, sangat berpengaruh pada efektifnya Hasan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala dinas. Proses hukum yang dihadapi, diyakini sangat menyita waktu dan pikirannya. Akibatnya, tahapan kerja yang seharusnya diselesaikan, tidak terlaksana secara sempurna dan maksimal. Lagi – lagi, anggaran yang tersedia akan berpotensi digunakan tidak efesien dan tepat sasaran.

Apakah Pemprov Kepri memang tidak lagi memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga tetap harus mempertahankan seorang Hasan? Ataukah ada alasan lain yang sangat rahasia di sebalik peristiwa ini? Tetap bertahannya Hasan sebagai Kadiskominfo Kepri hingga saat ini, patut diduga memiliki kaitan erat dengan relasi kuasa di Pemprov Kepri. Salah satu alasan mengapa Hasan tidak dicopot, karena Hasan adalah ‘orang dekat’ Gubernur Kepri non Aktif Ansar Ahmad yang diduga mempunyai peran penting untuk menjalankan kepentingan atasannya. (Pengamat Sebut Semestinya Tersangka Hasan Mundur dari Kadiskominfo Kepri, BatamPos.co.id, edisi, 24 Oktober 2024).

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa, dugaan praktik kepemimpinan ‘politik oligarki’ sedang dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat Kepri. Demi kepentingan perebutan kekuasaan, etika dan azas kepatutan tidak lagi diutamakan. Jabatan publik di Pemprov Kepri kini tengah berada dalam ‘kubangan etik’. Orientasi kepemimpinan tidak lagi bermuara pada ketauladanan, tetapi lebih pada kekuasaan. Jika menjunjung tinggi etik dalam kepemimpinan di Pemprov Kepri, seharusnya Sekdaprov dan Ansar Ahmad sebagai pejabat berwenang harus mencopot Hasan sejak dugaan kasus bergulir.


Terhubung dengan kami