Oleh : Marjohan, Aktivis Partai Amanat Nasional
Pemimpin itu sudah sepantasnya menjaga segala bentuk ruang gerak nya didalam menjalankan amanat konstitusi, demi tujuan kemaslahan kelayak ramai (Rakyat) yang di pimpin nya. Guna mengayomi, menjaga stabilitas keutuhan serta mensejahterakan kehidupan ekonomi Masyarakat. Baik itu Kehidupan Berbangsa atau tatanan Bernegara, dengan kata lain ‘Hak privasi pribadi Pemimpin dominan berkurang tidak lagi sama sebagaimana Masyarakat Umum’.
Dalam kesempatan ini diri peribadi ingin mengingatkan & skaligus menaja dari makna yang tersingkap dalam Radikalisme Skuler. Menurut Harvey Cox yang seorang pakar sekuler, ia merumus kan 3 unsur pilar terkait hal ini yakni :
1) Dischament of Nature yang berarti Kehidupan Dunia seteril dari pengaruh Rohani & Agama.
Lingkup agama sebatas hal personil, diluar itu akal Manusia lah tuhannya.
2) Desacralization of Politics yakni Dunia Politik itu harus dikosongkan dari pengaruh agama & nilai Spiritual. Agama dan segala simbolnya dilarang terlibat dalam urusan politik, agama tersendiri & politik itu ranah wilayah nya tersendiri pula, dengan kata lain terpisah.
3) Deconsecration of Values yang bermakna Tidak ada Kebenaran Mutlak. Doktrin ini nisbikan
kebenaran yang ada pada Kitab Suci. Dan lebih lanjut penganut mengolok-olok kitab suci mereka sendiri.
Selanjutnya mengenai pernyataan & sikap Jokowi di Sumut (www.gemarakyat.id); Apakah terdapat korelasi dengan ke 3 pilar diatas ? Apakah Radikal Sekuler cocok untuk Indonesia ?
Berbicara pada Radikalisme, dapat dikatakan bahwa tidak layak keberadaan nya di Bumi Nusantara, yangmana nilai dari substansi pemikirannya mengedepankan akal smata, meniadakan keberadaan Sang Pencipta. Adapun sebagai contoh produk nya yakni; Negara Super Power, Revolusi Mental, Hukum Baja & tebang pilih.
Radikal Sekuler yang lahir dari sekelompok Orang disuatu Negara yang menurut sekehendaknya tanpa memandang rambu-rambu, instrumen hukum yang ada, maka dikatakan “Makar” hal ini termaktub dalam amandemen undang-undang. Sedangkan kata-kata Makar sendiri berpeluang multi tafsir di dalam pemaknaan nya. Dia disinyalir sebagai suatu perbuatan merusak, tidak taat aturan, pemikiran ekstrim dan lain sebagainya. Sementara, “Cendekia dan aksi-aksi yang tidak sejalan dan tidak sesuai dengan Kekuasaan, dianggap provokator & upaya Makar”.
Disini sekali lagi timbul suatu pertanyaan. Jika hal tersebut dibuat oleh “Pejabat, tidak terkecuali Presiden” bagaimana status dan konsekuensinya ? Merujuk dan bertolak pada Pancasila, Dasar-dasar Negara maka paham-paham yang tidak sesuai sebagaimana dimaksud, tidak ada kata lain, TERTOLAK dalam hal ini Radikalisme Skuler.
Dan bilamana Persiden Joko Widodo menerapkan Pernyataan & Sikap tersebut kedalam bentuk Perpu, Kepres, atau peraturan-peraturan lainnya maka dapat dikatakan Ia telah melanggar UUD 1945 & menghianati Konstitusi. Dan sebagai bentuk konsekuensi nya hukum nya, lembaga yang berkompeten (MPR) wajib menggunakan Hak nya yaitu mulai dari prase pemanggilan hingga melakukan Sidang Istimewa, Mandataris MPR tentang pergantian Presiden Syah berlaku.
Sebagai penutup jawaban Ts ini, dapat saya sampaikan bahwa paham-paham yang bertentangan dengan Kedaulatan Indonesia, baik itu Radikalisme Skuler, Skuler, animisme, dan lain sebagainya maka sangat tidak patut keberadaan nya, karena paham-paham ini bersifat mementingkan Kehidupan keduniawian semata. Indonesia, roh pendirian nya adalah Ketuhanan.
‘Indonesia itu Menyatu dan sedarah bersama Agama (seumpama Jiwa dengan Raga)”, tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, dan bilamana tercerai maka Indonesia tidak lagi dapat dikatakan bernama Indonesia.
… Jangan ciptakan ruang pada Kezaliman, dan seyogyanya mesti ditentang serta diberanguskan …
Wassalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuu.
Ini Pernyataan Dan Sikap Jokowi Di Sumut yang Membuktikan Dia Tak Pantas Jadi Pemimpin •
Pernyataan, sikap serta perilaku Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan ke Barus, Tapanuli Tengah dan Panyabungan, Mandailing Natal pada…gemarakyat.id.