Tarempa, (AP) – Terkuaknya kasus dugaan tindak pidana illegal logging yang menyeret salah satu nama penanggung jawab terhadap proyek pembangunan kawasan wisata Pulau Bawah Kabupaten Kepulauan Anambas mencengangkan semua pihak. Pasalnya Kawasan Wisata Pulau Bawah tersebut menjadi ikon Kabupaten Kepulauan Anambas. Kendati demikian, jika dugaan tindak pidana illegal logging itu benar adanya, sejumlah elemen masyarakat Anambas mendorong penegakan hukum tersebut.
“Ada dugaan kasus illegal logging di Pulau Bawah yang mencuat. Jika praktek itu benar, kita dorong pihak penegak hukum untuk menindaknya sesuai dengan mekanisme yang berlaku,” ungkap Ketua Aliasnsi Penyelamat Hutan Anambas (APHA) Arpandi, SH. I menjawab Anambas Pos di Tarempa, Selasa (05/10) kemarin.
Meski disatu sisi, pembangunan Pulau Bawah tersebut merupakan ikon pariwisata Kepulauan Anambas, namun menurut Arpandi, persoalan pelanggaran hukum tidak bisa dikesampingkan. Hal tersbut juga dipandang perlu untuk dikedepannkan, guna menjadi tolak ukur bagi setiap investasi yang akan masuk ke Anambas, agar tetap memperhatikan aspek lingkungan.
“Kita dukung investasi apapun masuk ke Anambas, asal tidak merusak lingkungan dan melanggar nilai-nilai serta adat istiadat lokal,” tegas pria yang juga Ketua MPC Pemuda Pancasila Kepulauan Anambas itu.
Terkait itu pula, Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PD – PM) Kabupaten Kepulauan Anambas menyesalkan adanya dugaan praktek-praktek opertunis yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam proyek pembangunan pulau bawah tersebut. Hal itu terjadi diduga sebelumnya disebabakan adanya rencana jahat kelompok tertentu untuk meraup keuntungan dari setiap investasi yang masuk ke Anambas.
“Saya menduga sudah ada sekenario dari jauh-jauh hari untuk menebang kayu di Jemaja itu dengan dalih pembangunan Pulau Bawah oleh kelompok yang tidak bertanggungjawab, yang hanya untuk mencari keuntungan sendiri, aktor utamanya juga harus diusut,” desak Muslim yang juga anggota APHA tersbut.
Diketahui sebelumnya bahwa, pembangunan resort di Pulau Bawah diterpa kabar tidak sedap. Itu setelah Paul Stephen Cottrell Dormer, orang yang bertanggungjawab atas pembangunan resort berkelas Internasional tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri.
Seperti berita yang dimuat sebelumnya pada sejumlah media harian di Kepri, tidak main-main, kasus dugaan penggunaan kayu hasil illegal logging untuk pembangunan resort yang digadang-gadangkan oleh Pemerintah Daerah Anambas, kini sudah masuk tahap II oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri.
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Kepri Zulbahri mengatakan, pelimpahan tahap II terhadap kasus tersebut telah diterima oleh pihaknya Selasa (27/9/2016) kemarin. Pihaknya pun berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Natuna di Ranai dalam menindaklanjuti kasus tersebut.
“Sudah masuk tahap II. Ada satu orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya seperti yang diberitakan Tribun Batam Selasa (4/10/2016). Paul pun saat ini dititipkan di Polres Natuna untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Proses sidang pun, berkemungkinan akan dilaksanakan di Pengadilan Negeri di Natuna.
Dibagian lain, seperti yang ditulis Tribun Batam, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri Kombes Pol Budi Suryanto membenarkan kasus tersebut masuk tahap II. Penetapan tersangka terhadap pria berkewarganegaraan Australia 22 Maret 1956 ini, setelah tim penyelidik Illegal Logging Ditreskrimsus Polda Kepri bersama anggota Polisi Kehutanan Provinsi Kepri dan Kabupaten Kepulauan Anambas melakukan penyelidikan di pulau-pulau dekat Kecamatan Jemaja dan Jemaja Timur. Hal ini pun didukung oleh laporan polisi nomor: LP-B / 28 / VI /2016 /SPKT-KEPRI, per tanggal 11 Juni 2016.
“Benar, sudah masuk tahap II. Yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggunaan kayu hasil illegal logging untuk pembangunanresort,” terangnya.
Tidak hanya menetapkan Paul sebagai tersangka, penyidik pun juga mengamankan sejumlah barang bukti mulai dari belasan nota bukti tanda terima kayu, 1.171 batang kayu kelompok Meranti jenis kayu Resak, 3.999 batang kayu kelompok Meranti jenis kayu Balau, serta tiga unit alat mesin pengolahan kayu. Sepuluh orang saksi mulai dari warga, anggota Polhut, sampai pekerja PT.Pulau Bawahpun sempat dimintai keterangan terkait kasus ini.
“Adapun pasal yang disangkakan yakni Pasal 82 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan jo Pasal 81 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Adapun Laporan Polisi telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum dan terhadap tersangka sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum dan saat ini tersangka ditahan oleh Kejaksaan Negeri Ranai Kabupaten Natuna,” ungkapnya lagi. (Red AP/ Trb/ net)